Judul : Refrain
Penulis : Winna Efendi
Halaman : 1 s/d 2
Wish #1: aku ingin cepat-cepat menjadi manusia... (niki, si siput kecil)
Dua sahabat. Siput kecil bercangkang merah muda yang cerah, dan batu kolam yang berwarna hitam keabu-abuan. Keduanya duduk bersama di tepi kolam. (Ralat: si batu duduk diam di tepi kolam, si siput duduk di atasnya). Mereka memandang sendu ke arah dua pasang kekasih yang sedang asyik bercengkrama di atas perahu yang ditambatkan di pinggir kolam itu. Menikmati permukaan air yang beriak pelan.
Tiba-tiba Niki, si siput kecil mendesah dan berkata. “Jatuh cinta itu..., gimana rasanya, ya?”
Nata, si batu kolam yang pendiam dan cuek itu, menanggapi seadanya. “Memangnya kenapa?”
Ia agak jengkel juga pada sahabatnya itu. Kenapa tidak menerima nasibnya yang notabene sudah menjadi suratan takdir Yang Maha Kuasa, bahwa ia ditakdirkan sebagai seorang -ehem- seekor...SIPUT KOLAM? Harusnya juga, Niki lebih bersyukur karena ia masih bisa berjalan ke sana-kemari meskipun untuk menempuh jarak sepanjang sepuluh meter ia membutuhkan waktu seharian. Dari matahari terbit di barat dan tenggelam di timur. Eh, kebalik.
Niki musti bersyukur akan hal itu. Tentu saja, daripada Nata yang ditakdirkan lahir sebagai batu kolam yang sudah jelek, dekil, hanya bisa ngendon di satu tempat yang itu-ituuu saja. Habis gitu, lumutan pula. Emang udah nasib kayaknya.
Maka dari itu, Nata sering mengingatkan Niki akan takdir hidupnya. Bahwa ia tak akan pernah bisa jatuh cinta ataupun menjalin cinta layaknya pasangan kekasih di hadapan mereka itu. Gimana mau jatuh cinta? Akal aja nggak punya...
Niki menanggapi pertanyaan Nata yang terkesan cuek itu dengan perasaan membuncah. “Kayaknya, menyenangkan banget, bisa pergi berdua ke mana-mana, tukeran hadiah, ngerayain hari-hari penting sama-sama, seperti Kak Danny dan Kak Miriam.” Niki menyebutkan nama dua pasangan itu. Mereka memang sering menghabiskan waktu di kolam tempat Niki dan Nata tinggal.
“Huh.” Nata mendengus sebal. Pergi berdua ke mana-mana. Maksudnya, kalo dia sama Nata nggak bakalan bisa pergi ke mana-mana? Soalnya Nata adalah batu? “Itu kan, kelihatan dari luarnya aja. Kalau lagi berantem, Kak Danny kerjaannya marah-marah terus. Cemberut sepanjang hari, atau mohon-mohon sama Kak Miriam supaya dimaafin. Kak Danny bilang, selalu pihak cowok yang harus ngalah, belum lagi harus inget tanggal-tanggal penting, misalnya tanggal jadian, terus mesti pusing mikirin harus beli kado apa. Bikin kesalahan sedikit, ceweknya bisa ngambek berhari-hari. Jatuh cinta itu ngerepotin, tau.”
Niki agak terkejut dengan penuturan Nata barusan. Ternyata dia punya pemikiran sejauh itu. Padahal dia kan, BATU? Yang artinya kastanya lebih rendah dari seekor siput. Aih, dasar Niki.
“Itu kan, karena Nata belum pernah jatuh cinta.” Niki beralasan.
Oh ya? Sotoy banget lo jadi siput? Nata menggerutu dalam hati. “Kamu sendiri juga belum, kan?”
“Udah.” Niki menggeliat centil. Sungut kecilnya bergerak-gerak. “Sama Kak Danny!”
Ampun, Tuhaaaaan! Ni siput kenapa nggak ada sadar-sadarnya sih? Bayangin, cinta seekor siput tanpa kaki yang teramat tulus dan menggebu-gebu kepada seorang cowok keren, cakep, tajir, dan...berkaki pula.
“Yeee...” Nata sangat gemas dan ingin menjitak Niki. Tapi apa daya, tangan pun tak punya. Akhirnya ia hanya bisa menyindir tajam. “Itu sih cinta monyet!”
Keduanya kemudian terlibat adu mulut yang lumayan seru. Tapi seseru-serunya mereka berdebat, dua orang di atas perahu hanya melihatnya sebagai seekor siput yang bergerak-gerak pelan di atas batu kolam yang kokoh dalam diam. Hening. :D
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar