Sabtu, 10 Maret 2012

Let Shine !!!


Triiing! Triiing!
Terdengar bunyi ringtone dari laptop Tara yang dibiarkan menyala semalaman. Tara yang sedang tertidur di dekatnya langsung terbangun. Ia menguap sambil meregangkan otot. Kemudian matanya menyipit terkena silau matahari yang menembus kaca jendela kamarnya. Setelah beberapa saat ia bisa membuka mata dengan sempurna, sambil mengusir sisa-sisa kantuknya ia menuju laptopnya dan melihat ke layar.

From : dreamer_prince
pagi! Masih semangat menjalani hari ini? :)

Tara tersenyum kecil membaca pesan singkat dari blog rahasianya itu. Tara memang tipe gadis yang pemalu dan pendiam. Di sekolahnya, ia tak mempunyai teman karena ia merasa rikuh untuk bergabung atau sekedar menyapa terlebih dahulu. Ia hanya bisa mencari teman atau bersosialisasi di dunia maya. Tempat di mana ia bisa mengekspresikan isi hatinya dengan bebas tanpa harus merasa malu. Sebenarnya Tara tidak merasa minder atas dirinya. Wajahnya cukup manis, tingginya lumayan, bahkan rambutnya hitam sangat indah. Tapi entah mengapa, tiap ia ingin bergabung dengan teman-temannya ia selalu merasa tidak pantas. Mungkin karena teman-temannya memang populer dan dirinya bahkan tak punya teman. Ya, mungkin itulah yang membuatnya tak percaya diri.

To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
aku selalu semangat kok. Hanya jika ada yang mendukungku :)
kau juga semangat! Lupakan masalahmu di rumah. Oke?

Setelah mengetikkan balasan, Tara segera mengambil handuk dan bergegas menuju kamar mandi. Hari ini ia tak mau terlambat. Sudah ada yang menyemangatinya. Jadi ia harus bisa melewati hari ini dengan ceria. Meskipun ia merasa tiap hari adalah hari yang panjang dan berat. Ia berharap, hari ini akan berlalu dengan mudah.
Pukul 06.00 di ruang kelas.
Tara ragu sejenak untuk memasuki kelasnya. Ia melihat sekeliling kelas, baru ada sedikit temannya yang datang. Salah satunya adalah Alvi, cewek juara kelas yang cerewet minta ampun. Ia sedang membaca buku entah apa di bangkunya. Tara melewati bangkunya dengan sedikit membungkuk. Seakan Alvi adalah seseorang yang harus dihormati. Sejenak Alvi menyadari kedatangan Tara kemudian menyapanya.
“Hai Tara.”
Tara terhenti dalam langkahnya. Ia mengangguk pelan pada Alvi.
“Udah datang? Kok pagi amat?” tanyanya cepat.
“Iya. Tadi aku bangun kepagian kayaknya,” jawab Tara seadanya.
“Bangun kepagian? Hahaha, ya ampun kamu lucu banget sih.” Alvi ketawa lebar. Tara hanya tersenyum kikuk. Namun kemudian ada salah satu teman Alvi yang datang dan mengajak Alvi pergi.
“Keluar yuk, bosen banget di sini!” ajaknya.
“Yuk!” Alvi menaruh bukunya dan beranjak keluar kelas bersama temannya sambil tertawa.
Seperti biasa. Tara sudah hapal dengan semua itu. Hanya sebentar ia diperhatikan, kemudian langsung dilupakan. Tara menghela napas kemudian duduk di bangkunya yang terletak paling pojok belakang.
Jam istirahat.
Tara benci waktu istirahat. Di saat teman-temannya yang lain tertawa, bercanda bersama, bermain, bercerita namun ia hanya bisa duduk diam di bangkunya. Merasa sendiri dan terasingkan. Ternyata hari ini pun tak ada yang spesial. Ia jadi ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan menyapa teman-teman di blognya. Menceritakan kisahnya hari ini. Yang masih sama seperti hari-hari kemarin. Tak ada perubahan.
Akhirnya, jam pulang yang ditunggu-tunggu Tara tiba. Ia segera melangkah menuju halte tempat ia biasa menunggu. Biasanya tempat itu sepi saat jam pulang sekolah seperti ini. Tidak banyak teman-teman sekolahnya yang pulang dengan kendaraan umum. Paling hanya beberapa saja. Namun hari ini tidak. Saat Tara sampai di halte, ia melihat seorang lelaki sebayanya yang juga berseragam sama dengannya, sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dengan bingung Tara mendekat perlahan. Cowok itu tetap bergeming. Tara jadi enggan untuk duduk karena merasa tidak enak. Akhirnya ia putuskan untuk menunggu busnya sembari berdiri. Cukup lama juga busnya datang. Saat bus sudah berhenti di halte, Tara kembali menoleh pada cowok di dekatnya itu. Dengan mengerahkan segenap keberaniannya, Tara menepuk pelan pundaknya.
“Maaf, busnya sudah datang,” ucapnya halus.
Cowok itu tersentak kemudian menoleh ke arah Tara dengan bingung.
“Mmm, busnya sudah datang,” ulang Tara.
“Oh, maaf. Aku ketiduran. Terima kasih sudah membangunkanku,” ucapnya kemudian beranjak naik ke dalam bus. Tara juga mengikutinya sambil menahan tawa.
Tara duduk di kursi paling belakang dalam bus. Sementara cowok tadi juga duduk di bangku yang sama hanya saja di ujung yang berbeda. Cowok itu kelihatannya kembali tertidur. Tara menatapnya sambil tersenyum. Ah, seperti pangeran tidur saja, batinnya.
Sesampainya di rumah, Tara langsung mengecek blognya. Ada banyak pesan dari teman-temannya. Tanpa sadar ia tersenyum. Ia beruntung masih mempunyai teman yang peduli padanya walaupun mereka belum pernah bertemu.

From : twinkletwinky
hai, kau sudah beli komik yang terbaru? Aku sudah :D

From : i-said-yes
hari ini banyak yang menyapaku. Kau?

From : pikaapikaa
berkunjunglah ke blogku. Banyak cerita motivasi untukmu :)
aku yang buat!

From : dreamer_prince
sepertinya insomnia-ku berdampak buruk :(
aku jadi gampang ngantuk di pagi hari
oya, bagaimana kabarmu hari ini?

To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
sudah kubilang, jangan terlalu berat memikirkan masalahmu
aku saja bisa mengatasinya :)
ah aku jadi teringat dengan lelaki yang tidur tadi haha
tenang saja, aku baik :)

Setelah membalas semua pesan teman-temannya, ia membuka blog temannya yang terdapat cerita motivasi buatannya. Ia membacanya dan kemudian tersenyum.
'Jika tak kau awali, tak akan pernah terjadi.'
Pagi itu Tara menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia meyakinkan dirinya sendiri kalau ia bisa memberanikan diri dan percaya bahwa ia bisa mengubahnya, ia pasti bisa. Kemudian ia tersenyum sambil mengecek blognya.

To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
hari ini aku akan berjuang ! Kau juga ya :)

Tara melangkahkan kakinya ringan menuju kelasnya. Ia sudah bertekad akan mencoba mengajak bicara teman-temannya. Tapi pertama, ia harus memulai dengan menyapa terlebih dahulu. Tara sudah sampai di ambang pintu kelasnya. Suasana kelas sudah agak ramai. Teman-temannya ada yang mengobrol, menyalin pe-er, dan lainnya berlarian ke sana kemari. Tara menarik napas dan berdeham.
“Selamat pagi!” sapanya.
Satu detik. Dua detik. Tak ada yang memperhatikannya. Tara menunduk kecewa. Namun sebelum ia melangkahkan kaki memasuki kelasnya, ada sebuah suara di belakangnya.
“Ya, pagi...” ucap seorang cowok sambil menguap. Tara tersentak. Lalu ia ingat, cowok itu sama dengan cowok yang ia temui di halte kemarin. Kemudian Tara tersenyum, cowok itu pasti mengira ia mengucapkan selamat pagi padanya.
“Oh, hai,” sapa Tara akhirnya. Ia berjanji akan tetap berusaha, meskipun tadi usahanya untuk menyapa teman-temannya gagal.
“Kenapa kau tidak masuk kelas? Sepertinya sudah hampir bel.” cowok itu melihat arlojinya.
Dan sedetik kemudian bel memang berbunyi. Cowok itu menaikkan alisnya.
“I-iya, aku hampir saja akan masuk. Kalau begitu, kau sebaiknya juga segera masuk ke kelasmu,” kata Tara sambil tersenyum. Cowok itu melambaikan tangan dan berbalik menuju kelasnya sambil sesekali menguap. Tara tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.
Hari itu guru Tara memberikan tugas kelompok untuk menelusuri permasalahan pada remaja seumuran mereka. Tara malas jika harus berkelompok, karena pasti ia tak dapat bergabung dan mengemukakan pendapat pada teman-temannya.
“Kelompok selanjutnya. Alvi, Ribcha, Tara, dan Raihan.” bu guru menyebutkan sederet nama.
Tara mengeluh dalam hati. Satu kelompok dengan Alvi, pasti akan sulit nantinya. Tara pasti tak bisa tahan dengan orang yang banyak bicara seperti Alvi. Walaupun begitu, Tara tetap tak bisa berbuat apa-apa.
Tara mengemasi barang-barangnya dengan lesu. Tiba-tiba Alvi menghampirinya.
“Hei, Tara! Besok kamu bisa mengerjakan tugas di rumahku kan? Sepulang sekolah, kok,” ucapnya riang, seperti biasa.
Dan seperti biasa juga, Tara tak pernah menolak. “Baiklah.”
Tara menyandang tasnya sambil keluar kelas. Ah, ia tidak tahu bagaimana nasibnya besok. Tara berjalan menuju halte sebelum ia mendengar seseorang yang memanggilnya.
“Hei!! Hei, kau!!”
Tara serta merta menoleh ke sumber suara. Cowok yang tadi pagi lagi. Cowok itu berlari kecil sambil melambaikan tangannya. Cowok itu berhenti tepat di depan Tara kemudian menumpukan tangannya pada lutut sembari mengatur napas.
“Ada apa?” tanya Tara sambil menelengkan kepalanya mencoba menatap cowok itu.
Cowok itu mengulurkan sebuah buku. “Ah, ini. Bukumu terjatuh.”
Tara menerima buku itu. Kemudian ia berujar,”Oh, terima kasih.”
Keduanya berjalan menuju halte sambil bercakap-cakap.
“Buku yang bagus, ya?” komentar cowok itu sambil menunjuk buku yang dibawa Tara.
“Ah, iya.” Tara agak menyembunyikan buku yang berjudul 'How to Making Friends' itu dalam sakunya. “Aku memang agak...sulit untuk, yah..”
“Oke, aku tahu. Tak apa. Tiap orang pasti punya permasalahan. Begitu kan?” ucapnya sambil tersenyum. Tara juga ikut tersenyum.
Mereka berdua sampai di halte kemudian duduk sambil menunggu bus. Tara menoleh pada cowok itu. “Kamu nggak tidur?”
“Apa? Oh, haha tidak. Kelihatannya penyakit kantukku sedang pergi,” jawabnya sambil tertawa.
Tara mengangguk. Cowok itu kemudian menoleh lagi,” Sepertinya kita belum kenalan?”
“Oh, benar. Maaf. Namaku Tara. Kau?” Tara mengulurkan tangannya.
“Ian. Senang berkenalan denganmu.” Ian membalas uluran tangan Tara.
Sesaat keduanya terdiam. Hanya desau angin yang menemani. Tiba-tiba ponsel Ian berbunyi. Ian mengangkatnya dan menjauh sebentar.
“Ya, halo. Belum. Aku tidak tau! Sebentar lagi. Iya, iya. Sudah ya!” Ian menutup telponnya dengan agak gusar.
“Siapa?” tanya Tara tanpa bermaksud ikut campur.
“Ayahku,” jawabnya pendek. Tara mengangguk paham. Dikiranya Ian tak akan berbicara lebih panjang lagi. Namun ternyata cowok itu malah menceritakan kisah hidupnya pada gadis yang baru dikenalnya.
“Tak apa-apa kau menceritakan masalahmu padaku? Kau bahkan baru saja tahu namaku,” ucap Tara setelah Ian selesai bercerita. Cowok itu hanya mengangkat bahu tak peduli.
“Tak apa. Kau boleh membocorkan rahasiaku,” jawabnya enteng. Tara ternganga tak percaya.
Ian beranjak berdiri sambil terkekeh geli. “Ayo, busnya sudah datang. Kau mau pulang kan?”

To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
hey, hari ini aku bertemu cowok aneh. Ya, cowok yang kutemui di halte dulu.
Aku tak tau, tiba-tiba saja ia menceritakan masalahnya padaku.

From : dreamer_prince
oya? Bagaimana tanggapanmu?
Ah, hari ini kau sudah berhasil?
Aku sedang mencoba

From : sTAR_And_shine
aku tak bisa berkata apapun
hari ini sudah kucoba menyapa mereka, yah tapi lagi-lagi aku diabaikan :)
malah cowok itu yang menjawab salamku, haha
teruslah berjuang :D

From : dreamer_prince
kau juga, jangan menyerah ya!
Aku pasti selalu mendukungmu :) janji
hm tadi aku juga bertemu gadis pendiam saat aku mau pulang
dia pasti akan menyenangkan jika dia mau lebih banyak bicara denganku

From : sTAR_And_shine
siapaa?? mungkin aku bisa bicara dengannya
aku kan sama pendiamnya

From : dreamer_prince
rahasia! Kau juga beritau dulu siapa cowok yang kautemui
ceritakan masalahnya padaku
nanti kuberitau siapa gadis itu

From : sTAR_And_shine
ah, aku tidak mau. Aku tidak akan mengatakannya
walaupun ia tak melarangku untuk bercerita
tapi tidak sopan kan?

From :dreamer_prince
yeah, oke
tak apa. Sepertinya aku harus pergi tidur
aku kan 'pangeran tidur' B)

Tara mengamati kalimat itu sekali lagi. Pangeran tidur. Pangeran tidur. Kenapa ia merasa tidak asing dengan kata itu? Tara menghalau pikiran aneh itu dan melanjutkan kegiatan belajarnya.
Esoknya, setelah pulang sekolah Tara pergi ke rumah Alvi untuk mengerjakan tugas. Ada Ribcha juga di sana. Ribcha adalah salah satu teman dekat Alvi dan Tara yakin ia pasti akan diasingkan.
“Oke, teman-teman. Tugas kita adalah menelusuri permasalahan remaja. Ada usul?” tanya Alvi.
Tara seperti biasa, hanya diam. “Kita tulis saja permasalahan kita sehari-hari sebagai remaja,” jawab Ribcha. Alvi manggut-manggut tanda setuju. Akhirnya mereka menulis permasalahan mereka sendiri-sendiri. Sebenarnya mudah saja Tara menuliskan permasalahannya. Tapi, Tara agak malu. Akhirnya ia putuskan untuk melihat dulu pekerjaan Alvi dan Ribcha.
Betapa terkejutnya Tara setelah ia melihat tulisan tangan rapi Alvi. Ternyata orangtua Alvi telah bercerai dua tahun lalu. Selama itu kehidupan Alvi tak menentu. Apalagi sebagai remaja, Alvi membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya. Kemudian, Ribcha. Gadis yang kelihatannya agak sombong itu ternyata juga dulu sulit mendapat teman. Karena keadaan ekonominya yang membuatnya sering minder, makanya sekarang ia suka memamerkan barang-barang mahalnya. Melihat itu semua, Tara jadi membuka mata bahwa banyak orang lain yang mempunyai permasalahan berat. Tidak hanya dirinya. Kemudian, entah mengapa ia jadi tak malu lagi untuk menuliskan masalahnya.

From : dreamer_prince
hai, apa kabar?
Tadi aku tak bertemu dengan gadis itu lagi saat pulang sekolah

From : sTAR_And_shine
BAIK SEKALI!!
coba tebak, aku tadi ngobrol dengan teman-temanku :D
ternyata mereka cukup asyik :)
ah, rasanya aku ingin ngobrol langsung denganmu

From : dreamer_prince
yah, sepertinya kau berhasil menyelesaikan masalahmu ya?
Selamat, kalau begitu

From : sTAR_And_shine
ah, bukan begitu maksudku. Kau juga, bagaimana masalahmu?
Aku masih setia mendukungmu kok :)

From : dreamer_prince
tidak, sungguh tak apa
masalahku tak seberat itu kok
oya, kalau kau ingin bicara langsung denganku, tunggu besok pulang sekolah

From : sTAR_And_shine
apa maksudmu?

Tak ada balasan lagi. Tara mengerutkan keningnya bingung. Benar-benar bingung. Namun sepertinya Tara merasakan ada sesuatu...
Baru kali ini Tara merasa kakinya sangat ringan saat memasuki kelasnya. Tak ada lagi rasa beban seperti dulu. Ia pun bisa ngobrol dengan beberapa temannya. Belum semuanya memang, tapi paling tidak ia tak seperti dulu yang selalu sendiri.
Bel pulang berbunyi. Tara cepat-cepat mengemasi barangnya yang berserakan di atas meja. Alvi mengucapkan salam padanya. “Aku pulang dulu ya.” Tara tersenyum lebar sambil mengangguk. Kemudian ia membawa tasnya dan melangkah keluar kelas. Ia berjalan tergesa menuju halte. Sampai di sana, ia menghentikan langkah. Sudah diduganya. Ada Ian di sana, membelakanginya.
“Hai,” sapa Tara pelan.
Ian terdiam sejenak. “Katanya ada yang mau kau ceritakan?” cowok itu berujar sambil tetap membelakangi Tara. Gadis itu terkejut. Perlahan ia mendekat.
“d-dreamer prince?? kaukah itu?” Tara bertanya lirih.
“Hai, apa kabar star-and-shine?” Ian berbalik kemudian tersenyum kecil pada Tara.
Tara menutup mulutnya tak percaya. Teman dekatnya di dunia maya, yang selalu memotivasinya hingga kini masalahnya selesai, ternyata adalah cowok ini? Ian?
“Kau bercanda kan? Kau hanya kebetulan tau nama samaranku kan?”
“Tidak, Tara. Aku memang teman mayamu. Sang dreamer prince. Si pangeran tidur.” Ian tertawa pelan.
“Ta-tapi, bagaimana bisa?”
“Maaf, baru memberitahumu sekarang. Sebenarnya aku sudah tahu semua tentangmu sejak pertama kali kita masuk sekolah ini. Kau yang begitu pendiam, polos, dan tak pernah bergabung dengan teman-temanmu aku jadi ingin menghiburmu. Aku tau rasanya punya masalah. Karena aku juga mengalaminya. Tapi aku tak pernah sempat berbicara denganmu. Sampai aku tak sengaja menemukan blogmu dan hanya bisa bicara denganmu lewat itu. Tapi aku tau kalau aku tak bisa terus seperti itu. Dan akhirnya, aku bisa berdiri di depanmu sebagai aku yang sebenarnya. Ian.”
Tara merasa matanya berkaca-kaca. Ia bingung. Ia merasa senang, lega, namun juga gemas dengan cowok di depannya itu.
“Aaaaah, Iaaan! Aku benci kamu!” Tara memukuli lengan Ian. Cowok itu hanya bisa menghindar sambil tertawa-tawa.
Meski begitu, Tara sangat senang. Teman dekatnya yang selalu mendukungnya hanya melalui tulisan selama ini, bisa dilihatnya di depan mata. :) :) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar