Triiing! Triiing!
Terdengar bunyi ringtone dari laptop Tara yang dibiarkan menyala
semalaman. Tara yang sedang tertidur di dekatnya langsung terbangun. Ia menguap
sambil meregangkan otot. Kemudian matanya menyipit terkena silau matahari yang
menembus kaca jendela kamarnya. Setelah beberapa saat ia bisa membuka mata
dengan sempurna, sambil mengusir sisa-sisa kantuknya ia menuju laptopnya dan
melihat ke layar.
From : dreamer_prince
pagi! Masih semangat menjalani hari ini? :)
Tara tersenyum kecil membaca pesan singkat dari blog rahasianya itu.
Tara memang tipe gadis yang pemalu dan pendiam. Di sekolahnya, ia tak mempunyai
teman karena ia merasa rikuh untuk bergabung atau sekedar menyapa terlebih
dahulu. Ia hanya bisa mencari teman atau bersosialisasi di dunia maya. Tempat
di mana ia bisa mengekspresikan isi hatinya dengan bebas tanpa harus merasa
malu. Sebenarnya Tara tidak merasa minder atas dirinya. Wajahnya cukup manis,
tingginya lumayan, bahkan rambutnya hitam sangat indah. Tapi entah mengapa,
tiap ia ingin bergabung dengan teman-temannya ia selalu merasa tidak pantas.
Mungkin karena teman-temannya memang populer dan dirinya bahkan tak punya
teman. Ya, mungkin itulah yang membuatnya tak percaya diri.
To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
aku selalu semangat kok. Hanya jika ada yang mendukungku :)
kau juga semangat! Lupakan masalahmu di rumah. Oke?
Setelah mengetikkan balasan, Tara segera mengambil handuk dan bergegas
menuju kamar mandi. Hari ini ia tak mau terlambat. Sudah ada yang
menyemangatinya. Jadi ia harus bisa melewati hari ini dengan ceria. Meskipun ia
merasa tiap hari adalah hari yang panjang dan berat. Ia berharap, hari ini akan
berlalu dengan mudah.
Pukul 06.00 di ruang kelas.
Tara ragu sejenak untuk memasuki kelasnya. Ia melihat sekeliling kelas,
baru ada sedikit temannya yang datang. Salah satunya adalah Alvi, cewek juara
kelas yang cerewet minta ampun. Ia sedang membaca buku entah apa di bangkunya.
Tara melewati bangkunya dengan sedikit membungkuk. Seakan Alvi adalah seseorang
yang harus dihormati. Sejenak Alvi menyadari kedatangan Tara kemudian
menyapanya.
“Hai Tara.”
Tara terhenti dalam langkahnya. Ia mengangguk pelan pada Alvi.
“Udah datang? Kok pagi amat?” tanyanya cepat.
“Iya. Tadi aku bangun kepagian kayaknya,” jawab Tara seadanya.
“Bangun kepagian? Hahaha, ya ampun kamu lucu banget sih.” Alvi ketawa
lebar. Tara hanya tersenyum kikuk. Namun kemudian ada salah satu teman Alvi
yang datang dan mengajak Alvi pergi.
“Keluar yuk, bosen banget di sini!” ajaknya.
“Yuk!” Alvi menaruh bukunya dan beranjak keluar kelas bersama temannya
sambil tertawa.
Seperti biasa. Tara sudah hapal dengan semua itu. Hanya sebentar ia
diperhatikan, kemudian langsung dilupakan. Tara menghela napas kemudian duduk
di bangkunya yang terletak paling pojok belakang.
Jam istirahat.
Tara benci waktu istirahat. Di saat teman-temannya yang lain tertawa,
bercanda bersama, bermain, bercerita namun ia hanya bisa duduk diam di
bangkunya. Merasa sendiri dan terasingkan. Ternyata hari ini pun tak ada yang
spesial. Ia jadi ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan menyapa teman-teman di
blognya. Menceritakan kisahnya hari ini. Yang masih sama seperti hari-hari
kemarin. Tak ada perubahan.
Akhirnya, jam pulang yang ditunggu-tunggu Tara tiba. Ia segera
melangkah menuju halte tempat ia biasa menunggu. Biasanya tempat itu sepi saat
jam pulang sekolah seperti ini. Tidak banyak teman-teman sekolahnya yang pulang
dengan kendaraan umum. Paling hanya beberapa saja. Namun hari ini tidak. Saat
Tara sampai di halte, ia melihat seorang lelaki sebayanya yang juga berseragam
sama dengannya, sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dengan bingung Tara
mendekat perlahan. Cowok itu tetap bergeming. Tara jadi enggan untuk duduk
karena merasa tidak enak. Akhirnya ia putuskan untuk menunggu busnya sembari
berdiri. Cukup lama juga busnya datang. Saat bus sudah berhenti di halte, Tara
kembali menoleh pada cowok di dekatnya itu. Dengan mengerahkan segenap
keberaniannya, Tara menepuk pelan pundaknya.
“Maaf, busnya sudah datang,” ucapnya halus.
Cowok itu tersentak kemudian menoleh ke arah Tara dengan bingung.
“Mmm, busnya sudah datang,” ulang Tara.
“Oh, maaf. Aku ketiduran. Terima kasih sudah membangunkanku,” ucapnya
kemudian beranjak naik ke dalam bus. Tara juga mengikutinya sambil menahan
tawa.
Tara duduk di kursi paling belakang dalam bus. Sementara cowok tadi
juga duduk di bangku yang sama hanya saja di ujung yang berbeda. Cowok itu
kelihatannya kembali tertidur. Tara menatapnya sambil tersenyum. Ah, seperti
pangeran tidur saja, batinnya.
Sesampainya di rumah, Tara langsung mengecek blognya. Ada banyak pesan
dari teman-temannya. Tanpa sadar ia tersenyum. Ia beruntung masih mempunyai
teman yang peduli padanya walaupun mereka belum pernah bertemu.
From : twinkletwinky
hai, kau sudah beli komik yang terbaru? Aku sudah :D
From : i-said-yes
hari ini banyak yang menyapaku. Kau?
From : pikaapikaa
berkunjunglah ke blogku. Banyak cerita motivasi untukmu :)
aku yang buat!
From : dreamer_prince
sepertinya insomnia-ku berdampak buruk :(
aku jadi gampang ngantuk di pagi hari
oya, bagaimana kabarmu hari ini?
To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
sudah kubilang, jangan terlalu berat memikirkan masalahmu
aku saja bisa mengatasinya :)
ah aku jadi teringat dengan lelaki yang tidur tadi haha
tenang saja, aku baik :)
Setelah membalas semua pesan teman-temannya, ia membuka blog temannya
yang terdapat cerita motivasi buatannya. Ia membacanya dan kemudian tersenyum.
'Jika tak kau awali, tak akan pernah terjadi.'
Pagi itu Tara menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia meyakinkan
dirinya sendiri kalau ia bisa memberanikan diri dan percaya bahwa ia bisa
mengubahnya, ia pasti bisa. Kemudian ia tersenyum sambil mengecek blognya.
To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
hari ini aku akan berjuang ! Kau juga ya :)
Tara melangkahkan kakinya ringan menuju kelasnya. Ia sudah bertekad
akan mencoba mengajak bicara teman-temannya. Tapi pertama, ia harus memulai
dengan menyapa terlebih dahulu. Tara sudah sampai di ambang pintu kelasnya.
Suasana kelas sudah agak ramai. Teman-temannya ada yang mengobrol, menyalin
pe-er, dan lainnya berlarian ke sana kemari. Tara menarik napas dan berdeham.
“Selamat pagi!” sapanya.
Satu detik. Dua detik. Tak ada yang memperhatikannya. Tara menunduk
kecewa. Namun sebelum ia melangkahkan kaki memasuki kelasnya, ada sebuah suara
di belakangnya.
“Ya, pagi...” ucap seorang cowok sambil menguap. Tara tersentak. Lalu
ia ingat, cowok itu sama dengan cowok yang ia temui di halte kemarin. Kemudian
Tara tersenyum, cowok itu pasti mengira ia mengucapkan selamat pagi padanya.
“Oh, hai,” sapa Tara akhirnya. Ia berjanji akan tetap berusaha,
meskipun tadi usahanya untuk menyapa teman-temannya gagal.
“Kenapa kau tidak masuk kelas? Sepertinya sudah hampir bel.” cowok itu
melihat arlojinya.
Dan sedetik kemudian bel memang berbunyi. Cowok itu menaikkan alisnya.
“I-iya, aku hampir saja akan masuk. Kalau begitu, kau sebaiknya juga
segera masuk ke kelasmu,” kata Tara sambil tersenyum. Cowok itu melambaikan
tangan dan berbalik menuju kelasnya sambil sesekali menguap. Tara tertawa kecil
sambil menggelengkan kepalanya.
Hari itu guru Tara memberikan tugas kelompok untuk menelusuri
permasalahan pada remaja seumuran mereka. Tara malas jika harus berkelompok,
karena pasti ia tak dapat bergabung dan mengemukakan pendapat pada teman-temannya.
“Kelompok selanjutnya. Alvi, Ribcha, Tara, dan Raihan.” bu guru
menyebutkan sederet nama.
Tara mengeluh dalam hati. Satu kelompok dengan Alvi, pasti akan sulit
nantinya. Tara pasti tak bisa tahan dengan orang yang banyak bicara seperti
Alvi. Walaupun begitu, Tara tetap tak bisa berbuat apa-apa.
Tara mengemasi barang-barangnya dengan lesu. Tiba-tiba Alvi
menghampirinya.
“Hei, Tara! Besok kamu bisa mengerjakan tugas di rumahku kan? Sepulang
sekolah, kok,” ucapnya riang, seperti biasa.
Dan seperti biasa juga, Tara tak pernah menolak. “Baiklah.”
Tara menyandang tasnya sambil keluar kelas. Ah, ia tidak tahu bagaimana
nasibnya besok. Tara berjalan menuju halte sebelum ia mendengar seseorang yang
memanggilnya.
“Hei!! Hei, kau!!”
Tara serta merta menoleh ke sumber suara. Cowok yang tadi pagi lagi.
Cowok itu berlari kecil sambil melambaikan tangannya. Cowok itu berhenti tepat
di depan Tara kemudian menumpukan tangannya pada lutut sembari mengatur napas.
“Ada apa?” tanya Tara sambil menelengkan kepalanya mencoba menatap
cowok itu.
Cowok itu mengulurkan sebuah buku. “Ah, ini. Bukumu terjatuh.”
Tara menerima buku itu. Kemudian ia berujar,”Oh, terima kasih.”
Keduanya berjalan menuju halte sambil bercakap-cakap.
“Buku yang bagus, ya?” komentar cowok itu sambil menunjuk buku yang
dibawa Tara.
“Ah, iya.” Tara agak menyembunyikan buku yang berjudul 'How to Making
Friends' itu dalam sakunya. “Aku memang agak...sulit untuk, yah..”
“Oke, aku tahu. Tak apa. Tiap orang pasti punya permasalahan. Begitu
kan?” ucapnya sambil tersenyum. Tara juga ikut tersenyum.
Mereka berdua sampai di halte kemudian duduk sambil menunggu bus. Tara
menoleh pada cowok itu. “Kamu nggak tidur?”
“Apa? Oh, haha tidak. Kelihatannya penyakit kantukku sedang pergi,”
jawabnya sambil tertawa.
Tara mengangguk. Cowok itu kemudian menoleh lagi,” Sepertinya kita
belum kenalan?”
“Oh, benar. Maaf. Namaku Tara. Kau?” Tara mengulurkan tangannya.
“Ian. Senang berkenalan denganmu.” Ian membalas uluran tangan Tara.
Sesaat keduanya terdiam. Hanya desau angin yang menemani. Tiba-tiba
ponsel Ian berbunyi. Ian mengangkatnya dan menjauh sebentar.
“Ya, halo. Belum. Aku tidak tau! Sebentar lagi. Iya, iya. Sudah ya!”
Ian menutup telponnya dengan agak gusar.
“Siapa?” tanya Tara tanpa bermaksud ikut campur.
“Ayahku,” jawabnya pendek. Tara mengangguk paham. Dikiranya Ian tak
akan berbicara lebih panjang lagi. Namun ternyata cowok itu malah menceritakan
kisah hidupnya pada gadis yang baru dikenalnya.
“Tak apa-apa kau menceritakan masalahmu padaku? Kau bahkan baru saja
tahu namaku,” ucap Tara setelah Ian selesai bercerita. Cowok itu hanya
mengangkat bahu tak peduli.
“Tak apa. Kau boleh membocorkan rahasiaku,” jawabnya enteng. Tara
ternganga tak percaya.
Ian beranjak berdiri sambil terkekeh geli. “Ayo, busnya sudah datang.
Kau mau pulang kan?”
To : dreamer_prince
From : sTAR_And_shine
hey, hari ini aku bertemu cowok aneh. Ya, cowok yang kutemui di halte
dulu.
Aku tak tau, tiba-tiba saja ia menceritakan masalahnya padaku.
From : dreamer_prince
oya? Bagaimana tanggapanmu?
Ah, hari ini kau sudah berhasil?
Aku sedang mencoba
From : sTAR_And_shine
aku tak bisa berkata apapun
hari ini sudah kucoba menyapa mereka, yah tapi lagi-lagi aku diabaikan
:)
malah cowok itu yang menjawab salamku, haha
teruslah berjuang :D
From : dreamer_prince
kau juga, jangan menyerah ya!
Aku pasti selalu mendukungmu :) janji
hm tadi aku juga bertemu gadis pendiam saat aku mau pulang
dia pasti akan menyenangkan jika dia mau lebih banyak bicara denganku
From : sTAR_And_shine
siapaa?? mungkin aku bisa bicara dengannya
aku kan sama pendiamnya
From : dreamer_prince
rahasia! Kau juga beritau dulu siapa cowok yang kautemui
ceritakan masalahnya padaku
nanti kuberitau siapa gadis itu
From : sTAR_And_shine
ah, aku tidak mau. Aku tidak akan mengatakannya
walaupun ia tak melarangku untuk bercerita
tapi tidak sopan kan?
From :dreamer_prince
yeah, oke
tak apa. Sepertinya aku harus pergi tidur
aku kan 'pangeran tidur' B)
Tara mengamati kalimat itu sekali lagi. Pangeran tidur. Pangeran tidur.
Kenapa ia merasa tidak asing dengan kata itu? Tara menghalau pikiran aneh itu
dan melanjutkan kegiatan belajarnya.
Esoknya, setelah pulang sekolah Tara pergi ke rumah Alvi untuk
mengerjakan tugas. Ada Ribcha juga di sana. Ribcha adalah salah satu teman
dekat Alvi dan Tara yakin ia pasti akan diasingkan.
“Oke, teman-teman. Tugas kita adalah menelusuri permasalahan remaja.
Ada usul?” tanya Alvi.
Tara seperti biasa, hanya diam. “Kita tulis saja permasalahan kita
sehari-hari sebagai remaja,” jawab Ribcha. Alvi manggut-manggut tanda setuju.
Akhirnya mereka menulis permasalahan mereka sendiri-sendiri. Sebenarnya mudah
saja Tara menuliskan permasalahannya. Tapi, Tara agak malu. Akhirnya ia
putuskan untuk melihat dulu pekerjaan Alvi dan Ribcha.
Betapa terkejutnya Tara setelah ia melihat tulisan tangan rapi Alvi.
Ternyata orangtua Alvi telah bercerai dua tahun lalu. Selama itu kehidupan Alvi
tak menentu. Apalagi sebagai remaja, Alvi membutuhkan kasih sayang kedua
orangtuanya. Kemudian, Ribcha. Gadis yang kelihatannya agak sombong itu
ternyata juga dulu sulit mendapat teman. Karena keadaan ekonominya yang
membuatnya sering minder, makanya sekarang ia suka memamerkan barang-barang
mahalnya. Melihat itu semua, Tara jadi membuka mata bahwa banyak orang lain
yang mempunyai permasalahan berat. Tidak hanya dirinya. Kemudian, entah mengapa
ia jadi tak malu lagi untuk menuliskan masalahnya.
From : dreamer_prince
hai, apa kabar?
Tadi aku tak bertemu dengan gadis itu lagi saat pulang sekolah
From : sTAR_And_shine
BAIK SEKALI!!
coba tebak, aku tadi ngobrol dengan teman-temanku :D
ternyata mereka cukup asyik :)
ah, rasanya aku ingin ngobrol langsung denganmu
From : dreamer_prince
yah, sepertinya kau berhasil menyelesaikan masalahmu ya?
Selamat, kalau begitu
From : sTAR_And_shine
ah, bukan begitu maksudku. Kau juga, bagaimana masalahmu?
Aku masih setia mendukungmu kok :)
From : dreamer_prince
tidak, sungguh tak apa
masalahku tak seberat itu kok
oya, kalau kau ingin bicara langsung denganku, tunggu besok pulang
sekolah
From : sTAR_And_shine
apa maksudmu?
Tak ada balasan lagi. Tara mengerutkan keningnya bingung. Benar-benar
bingung. Namun sepertinya Tara merasakan ada sesuatu...
Baru kali ini Tara merasa kakinya sangat ringan saat memasuki kelasnya.
Tak ada lagi rasa beban seperti dulu. Ia pun bisa ngobrol dengan beberapa
temannya. Belum semuanya memang, tapi paling tidak ia tak seperti dulu yang
selalu sendiri.
Bel pulang berbunyi. Tara cepat-cepat mengemasi barangnya yang
berserakan di atas meja. Alvi mengucapkan salam padanya. “Aku pulang dulu ya.”
Tara tersenyum lebar sambil mengangguk. Kemudian ia membawa tasnya dan
melangkah keluar kelas. Ia berjalan tergesa menuju halte. Sampai di sana, ia
menghentikan langkah. Sudah diduganya. Ada Ian di sana, membelakanginya.
“Hai,” sapa Tara pelan.
Ian terdiam sejenak. “Katanya ada yang mau kau ceritakan?” cowok itu
berujar sambil tetap membelakangi Tara. Gadis itu terkejut. Perlahan ia
mendekat.
“d-dreamer prince?? kaukah itu?” Tara bertanya lirih.
“Hai, apa kabar star-and-shine?” Ian berbalik kemudian tersenyum kecil pada
Tara.
Tara menutup mulutnya tak percaya. Teman dekatnya di dunia maya, yang
selalu memotivasinya hingga kini masalahnya selesai, ternyata adalah cowok ini?
Ian?
“Kau bercanda kan? Kau hanya kebetulan tau nama samaranku kan?”
“Tidak, Tara. Aku memang teman mayamu. Sang dreamer prince. Si pangeran
tidur.” Ian tertawa pelan.
“Ta-tapi, bagaimana bisa?”
“Maaf, baru memberitahumu sekarang. Sebenarnya aku sudah tahu semua
tentangmu sejak pertama kali kita masuk sekolah ini. Kau yang begitu pendiam,
polos, dan tak pernah bergabung dengan teman-temanmu aku jadi ingin
menghiburmu. Aku tau rasanya punya masalah. Karena aku juga mengalaminya. Tapi
aku tak pernah sempat berbicara denganmu. Sampai aku tak sengaja menemukan
blogmu dan hanya bisa bicara denganmu lewat itu. Tapi aku tau kalau aku tak
bisa terus seperti itu. Dan akhirnya, aku bisa berdiri di depanmu sebagai aku
yang sebenarnya. Ian.”
Tara merasa matanya berkaca-kaca. Ia bingung. Ia merasa senang, lega,
namun juga gemas dengan cowok di depannya itu.
“Aaaaah, Iaaan! Aku benci kamu!” Tara memukuli lengan Ian. Cowok itu
hanya bisa menghindar sambil tertawa-tawa.
Meski begitu, Tara sangat senang. Teman dekatnya yang selalu
mendukungnya hanya melalui tulisan selama ini, bisa dilihatnya di depan mata.
:) :) :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar